Laman

Rabu, 29 Januari 2014

SEJARAH AGAMA KATOLIK DI INDONESIA

  TUAN ANA-DI KAPELA TUAN ANA LOHAYONG-LARANTUKA

 


 
Di sepanjang ruas jalan dekat Kapela Tuan Ma juga terdapat sejumlah kapela yang menghadap ke Laut Flores, antara lain Kapela Tuan Ana. Di dalam kapela yang berkubah seperti mesjid inilah disimpan pasangan sejati Tuan Ma, yaitu Tuan Ana (berasal dari kata “anak” yang merujuk pada Yesus) yang berada dalam sebuah peti mati. Sama seperti Tuan Ma, peti mati Tuan Ana hanya dikeluarkan saat Semana Santa untuk kepentingan perarakan.
Juru kunci Kapela Tuan Ana, Alex Nuan, mengatakan sudah banyak keajaiban terjadi di kapela yang dijaganya. Pada 1979, banjir melanda Larantuka, tapi kapela tak tersentuh air sedikit pun. Dua puluh empat tahun kemudian, longsor menghancurkan rumah di sekitar kapela, tapi kapela tak tersentuh sedikit pun. “Ada banyak kesembuhan dari sini,” kata Alex.



Lakademu adalah orang yang bertugas memandu Keranda Patung Tuan Ana.Lakademu menggunakan baju khas Portugis dengan busana tertutup hingga ke wajah dengan menyisahkan lubang kecil di mata untuk melihat.Karena itu di depan Lakademu berjalan seorang (Lajanti) yang bertugas memandu jalan bagi Lakademu.Mereka mengenakan jubah putih dengan penutup kepala berbentuk kerucut warna merah. Lakademu adalah sebutan untuk Nikodemus, tokoh yang memberikan kuburnya untuk tempat semayam tubuh Yesus usai wafat di salib. Identitas para Lakademu dirahasiakan. Biasanya, mereka yang punya nasar khusus. Posisi mereka ditetapkan oleh para tetua suku utama di Larantuka.
Tugas lakademu (Nikodemus) hanya dari Gereja Reinha Rosari sampai ke Kapela Tuan Ana selama prosesi Jumat Agung malam.Jumat pukul 18.00 Wita  Para anggota lakademu ini memeriksa rute perjalanan dan mengecek kesiapan armida-armida (tempat perhentian). Aksi jalan-jalan melakukan ‘inspeksi’ ini disebut jalan kure. Para lakademu berjalan bergandengan tangan sepanjang rute prosesi dan berhenti di tiap armida memeriksa keamanan jalan dan keadaan sekitar delapan armida itu.

Sekilas Tentang Semana Santa Larantuka

SEMANA SANTA LARANTUKA

Picture
Rombongan Pesiarah di depan Kapela Tuan Ma
Terus terang saja, devosi di Larantuka ini sulit ditandingi umat Katolik di mana pun di Indonesia. Bahkan, dunia. Maklum, Larantuka merupakan kota tua yang dibina Portugis sejak abad ke-16. Dus, tradisi Katolik bertahan sangat kuat di Larantuka. Nah, di masa Prapaskah selama 40 hari ini, terkenang tradisi JALAN SALIB ala Larantuka. Namanya SEMANA SANTA, digelar setiap JUMAT AGUNG.
Rangkauin Perayaan Paskah di Larantuka sebagai berikut:

RABU TREWA

Rangkaian perayaan Paskah di Larantuka dimulai dengan RABU TREWA. Berbeda dengan umat Katolik di tempat lain yang memulainya pada hari Kamis Putih. Perayaan berpusat di Kapela Tuan Ma (Lohayong) dan Kapela Tuan Ana (Pohonsirih).
Tuan Ana sebutan untuk Yesus Kristus, sedangkan Tuan Ma sebutan untuk Maria, ibunda Yesus dalam bahasa Nagi (bahasa Melayu Larantuka). Di kedua kapela ini dilakukan upacara Muda Tuan: pengurus kapela membuka pintu sehingga umat diperkenankan berkunjung. Di Kapela Tuan Ma tersimpan patung Bunda Maria setinggi dua meter, sedangkan di Kapela Tuan Ana tersimpan sebuah peti berisikan patung Yesus yang terbujur. Tak sembarang orang boleh melihat patung ini. Hanya Conferia yang bisa melihatnya. Upacara penghormatan sangat khidmat.
Umat dan peziarah wajib membuka alas kaki. Lalu, berjalan dengan lutut, tangan terlipat di dada. Nah, di depan patung dan peti, umat bersujud dan mencium bagian kaki dan sisi bawah peti Tuan Ana.
Adapun ibu-ibu (Mama Muji) melantunkan lagu-lagu pujian dalam bahasa Portugis atau Indonesia. Di samping kiri dan kanan Tuan Ma dan Tuan Ana, petugas memasang lilin dan menjaganya tetap menyala.

 

Picture KAMIS PUTIH

Umat masih diberi kesempatan untuk berziarah di kedua kapela. Umat dari berbagai kawasan di Tanah Air, bahkan mancanegara, berdatangan ke Larantuka untuk mengikuti prosesi Semana Santa, esok harinya. Sejumlah biro perjalanan di Surabaya dan kota-kota besar di Jawa menyiapkan paket khusus: wisata rohani ke Larantuka.
Liturgi ekaristi berlangsung seperti misa raya di tempat lain. Ada upacara pembasuhan kaki, penakhtaan sakramen mahakudus. Nyanyian paling terkenal, apalagi kalau bukan UBI CARITAS EST VERA, DEUS IBI EST serta PANGE LINGUA GLORIOSI.


JUMAT AGUNG atau JUMAT BESAR

Hari puasa dan pantang wajib umat Katolik.
Inilah puncak devosi peninggalan para paderi Portugal abad ke-16 yang disebut Semana Santa. Warga Larantuka sibuk mempersiapkan armida alias stasi dalam Jalan Salib. Juga pagar bambu (turo) di sisi kiri dan kanan jalan raya tempat prosesi berlangsung. Di atas turo itu dipasang lilin yang akan menyala sepanjang malam.

Semana Santa merupakan devosi untuk memperingati sengsara dan wafat Yesus Kristus. Ini semacam Jalan Salib di Jawa, tapi lebih detail dan punya akar tradisi Portugis yang sangat kuat.

Sekitar pukul 13.00 umat sudah memadati pantai Kelurahan Pohon Sirih. Menunggu kedatangan iring-iringan kapal yang membawa salib dari Kapela Tuan Menino (Yesus Kanak-kanak). Tuan Menino disemayamkan di Kapel Kota Rowindo, pinggir Larantuka. Salib Tuan Menino diarak melalui Selat Gonsalus antara Pulau Flores dan Pulau Adonara dengan menggunakan perahu bercadik. Kapal-kapal lainnya mengiringi dari belakang.

Setelah kotak berisi Salib Tuan Menino diturunkan dari perahu, prosesi mulai berjalan menuju Armida Balela di Jalan San Dominggo. Barisan diawali dengan para Conferia berjubah putih dengan kalung bergambar Santo Dominikus. Petugas berpakaian hitam mengikuti. Tuan Menino dibawa dengan cara dijunjung di kepala disertai payung. Salib itu kemudian ditempatkan di Armida Balela.

Pukul 15.00, seperti ditulis ALKITAB, Yesus wafat. Umat memperingati peristiwa ini dengan mengarak patung Taun Ma dan Tuan Ana ke Gereja Katedral di Postoh, tak jauh dari kantor Bupati Flores Timur. Petugas tampil dengan GENDA DO (genderang khas), disusul Conferia yang membawa panji-panji, lalu salib dan lilin besar. Anak-anak pakai jubah hitam. Mereka membawa palu dan paku besar, 30 keping uang perak, mahkota duri, tongkat, bunga karang, lembing, dadu. Ini semua simbol penghinaan terhadap Yesus.

Arak-arakan ini diikuti oleh petugas liturgi serta Promesa -- peziarah dengan nazar khusus. Promesa adalah jemaat yang punya niat khusus membantu jalannya prosesi Semana Santa agar tercapai intensinya. Mereka diseleksi ketat.

Usungan Tuan Ma dan Tuan Ana diangkat oleh LAKADEMU, petugas berkostum ala Portugis, ke dalam Katedral. Setelah itu upacara Jumat Agung berjalan seperti biasa, sekitar pukul 15.00.

Setelah itu, diadakan doa di makam Kelurahan Postoh yang berada tak jauh dari Katedral Larantuka di Postoh. Jemaat berdoa dan memasang lilin di pusara keluarganya. Sedangkan para peziarah melakukannya di depan TUGU di tengah makam. Ritual ini sebagai simbol Yesus Kristus Sang Terang bangkit bersama orang-orang beriman yang telah meninggal dunia.

Saat umat berdoa di kuburan, empat Lakedemu melakukan Jalan Kure, yaitu mengelilingi pekuburan. Lalu, mereka kembali memasuki Katedral untuk memulai prosesi merenungkan sengsara Yesus.

Prosesi utama Semana Santa dimulai dari Katedral, keliling kota Larantuka, lalu kembali lagi di Katedral. Prosesi inilah yang selalu ditunggu-tunggu oleh ribuan umat dan peziarah dari berbagai daerah. Panjang rute mencapai lima kilometer.
Selama prosesi Ana Muji Conferia, penyanyi perempuan, menyayikan lagu O VOS OMNES. Wajahnya tertunduk, berpakaian serba hitam, berkerudung kain panjang hitam. Lagu ini bergaya Gregorian, sangat mengiris hati. Mirip orang menangis.

Lalu seorang wanita maju ke altar menunjukkan gulungan lukisan wajah Yesus, simbol Veronika yang mengusap wajah Yesus dalam perjalanan ke Golgota.

Perlahan-lahan prosesi keluar dari Katedral . Urut-urutannya: barisan genderang perkabungan, panji Conferia, anak-anak yang membawa alat-alat sengsara Yesus, biarawati, para biarawan, pendamping, Lakademu yang memanggul peti Tuan Ana. Kemudian para promesa, umat, dan peziarah.

Ribuan umat mengikuti prosesi sambil memegang lilin bernyala. Sementara itu, kota Larantuka menjadi lautan cahaya lilin yang memancar di sepanjang rute prosesi.

KalauJalan Salib  biasa dikenal 14 stasi (perhentian), upacara Semana Santa alias Jalan Salib ala Larantuka mengenal delapan armida. Adapun delapan armida (stasi) tersebut:

ARMIDA MISERICORDIAE     : mengingatkan manusia akan janji kedatangan kembali Yesus Kristus.
ARMIDA TUAN MENINO        : pemenuhan janji Allah terhadap manusia.
ARMIDA BALELA                    : meneladani Yesus yang menghibur manusia.
ARMIDA TUAN TREWA        : Yesus rela berkorban demi manusia.
ARMIDA PANTE KEBIS        : kesertaan Bunda Maria untuk bersatu dalam penderitaan Yesus.
ARMIDA POHON SIRIH         : mengingatkan umat akan hukuman mati yang diderita Yesus.
ARMIDA KUCE                    : mengingatkan kematian Yesus di kayu salib.
ARMIDA TUAN ANA             : Yesus diturunkan dari kayu salib lalu dimakamkan.



 Patung Tuan Ma _ Larantuka




Sekilas Sejarah Patung Tuan Ma
Dalam tradisi gereja Katolik di Flores Timur, khusunya di Larantuka, ibukota Kabupaten Flores Timur, hari Kamis Putih merupakan hari suci untuk melakukan kegiatan “tikan turo” atau menanam tiang-tiang lilin sepanjang jalan raya yang menjadi rute Prosesi Jumat Agung pada keesokan harinya (10/4).
Pada siang hari Kamis Putih itu, Larantuka yang populer dengan sebutan kota Reinha Rosari itu, hening mencekam karena sedang dilakukan kegiatan “tikan turo” oleh para mardomu (semacam panitia kecil yang telah melamar jauh sebelumnya menjadi pelayan) sesuai promesanya (nasar).
Ketika itu juga, aktivitas di kapela Tuan Ma (Bunda Maria) dimulai dengan upacara “Muda Tuan” (pembukaan peti yang selama setahun ditutup) oleh petugas conferia (sebuah badan organisasi dalam gereja) yang telah diangkat melalui sumpah.
Arca Tuan Ma kemudian dibersihkan dan dimandikan lalu dilengkapi dengan busana perkabungan berupa sehelai mantel warna hitam, ungu atau beludru biru.
Umat Katolik yang hadir pada saat itu diberi kesempatan untuk berdoa, menyembah, bersujud mohon berkat dan rahmat, kiranya permohonan itu dapat dikabulkan oleh Tuhan Yesus melalui perantaraan Bunda Maria (Per Mariam ad Jesum).
Sesuai tradisi, keturunan raja Larantuka Diaz Vieira Godinho yang membuka pintu Kapela Tuan Ma yang terletak di bibir pantai Larantuka itu.
Setelah pintu kapela dibuka, umat setempat serta para peziarah Katolik dari berbagai penjuru NTT dan nusantara serta manca negara mulai melakukan kegiatan “cium kaki Tuan Ma dan Tuan Ana” dalam suasana hening dan sakral.
Sejarah Larantuka sendiri, tidak lepas dari kedatangan bangsa Portugis dan Belanda, yang masing-masing membawa misi yang berbeda-beda pula.
Bangsa Portugis membawa warna tersendiri bagi perkembangan sejarah agama Katolik di Flores Timur, yang meliputi Pulau Adonara, Solor dan juga Lembata yang telah berdiri sendiri menjadi sebuah daerah otonom baru.
Kala itu, konon, orang Portugis yang membawa seorang penduduk asli Larantuka bernama Resiona (menurut cerita legenda adalah penemu patung Mater Dolorosa atau Bunda Yang Bersedih ketika terdampar di Pantai Larantuka) ke Malaka untuk belajar agama.
Ketika kembali dari Malaka, Resiona membawa sebuah patung Bunda Maria, alat-alat upacara liturgis dan sebuah badan organisasi yang disebut Conferia, mengadakan politik kawin mawin antara kaum awam Portugis dengan penduduk setempat.
Pada 1665, Raja Ola Adobala dibaptis atau dipermandikan dengan nama Don Fransisco Ola Adobala Diaz Vieira de Godinho yang merupakan tokoh pemrakarsa upacara penyerahan tongkat kerajaan berkepala emas kepada Bunda Maria Reinha Rosari.
Setelah tongkat kerajaan itu diserahkan kepada Bunda Maria, Larantuka sepenuhnya menjadi kota Reinha dan para raja adalah wakil dan abdi Bunda Maria.
Pada 8 September 1886, Raja Don Lorenzo Usineno II DVG, raja ke-10 Larantuka, menobatkan Bunda Maria sebagai Ratu Kerajaan Larantuka. Sejak itulah, Larantuka disebut dengan sapaan Reinha Rosari.
Pada 1954, Uskup Larantuka yang pertama, Mgr Gabriel Manek SVD mengadakan upacara penyerahan Diosis Larantuka kepada Hati Maria Yang Tak Bernoda.
Selama empat abad lebih, tradisi keagamaan tersebut tetap saja melekat dalam sanubari umat Katolik setempat.
Pengembangan agama Katolik di wilayah itu, tidak lepas dari peranan para Raja Larantuka, para misionaris, peranan perkumpulan persaudaraan rasul awam (conferia), dan peranan semua Suku Semana serta perananan para Kakang (Kakang Lewo Pulo) dan para Pou (Suku Lema).
Contoh ritual yang terus dilakukan tiap tahun hingga saat ini adalah penghayatan agama popular seputar “Semana Santa” dan Prosesi Jumad Agung atau “Sesta Vera”.
Kedua ritual ini dikenal sebagai “anak sejarah nagi” juga sebagai ’gembala tradisi’ di tanah nagi-Larantuka.
Ritual tersebut merupakan suatu masa persiapan hati seluruh umat Katolik secara tapa, silih dan tobat atas semua salah dan dosa, serta suatu devosi rasa syukur atas berkat dan kemurahan Tuhan yang diterima umat dari masa ke masa dalam setiap kehidupannya.
Doa yang didaraskan, pun lagu yang dinyanyikan selama masa ini menggunakan bahasa Portugis dan Latin.
Semana Santa (masa pekan suci) adalah istilah orang nagi Larantuka mengenai masa puasa 40 hari menjelang hari raya Paskah yang diwarnai dengan kegiatan doa bersama (mengaji) pada kapela-kapela (tori) dan dilaksanakan selama pekan-pekan suci.
Doa bersama Semana Santa diawali pada hari Rabu Abu (permulaan masa puasa) sampai dengan hari Rabu Trewa. Orang nagi Larantuka memaknai masa Semana Santa sebagai masa permenungan, tapa, sili dosa dan tobat yang dimulai dari hari Rabu atau disebut Rabu Trewa sehari menjelang Kamis Putih.
Hari ini merupakan hari penutupan Semana Santa. Selain doa dan mengaji di kapela-kapela, pada sore hari diadakan lamentasi (Ratapan Nabi Yeremia) di gereja Katedral Larantuka.
Lamentasi dilakukan menurut ritus Romawi jaman dahulu. Pada saat ini, Larantuka menjadi “Kota berkabung, sunyi senyap, tenang, jauh dari hingar bingar, konsentrasi pada kesucian batin dan kebersihan hidup.
Sehari setelah Kamis Putih yang bertepatan dengan pelaksanaan pemilu legislatif pada 9 April 2009, dilanjutkan dengan Prosesi Jumat Agung dalam bentuk perarakan menghantar jenasah Yesus Kristus yang memaknai Yesus sebagai inti, sedangkan Bunda Maria adalah pusat perhatian, Bunda yang bersedih, Bunda yang berduka cita (Mater Dolorosa).
Pada hari Jumat pagi sekitar pukul 10:00 Wita, ritus Tuan Meninu (Arca Yesus) dari Kota Rewido digelar. Setelah berdoa di kapela, Tuan Meninu diarak lewat laut dengan acara yang semarak nan sakral.
Prosesi laut melawan arus ini berakhir di Pante Kuce, depan istana Raja Larantuka dan selanjutnya diarak untuk ditakhtakan pada armada Tuan Meninu di Pohon Sirih.
Arca Tuan Ma pun diarak dari kapela-Nya menuju Gereja Kathedral. Pada sore hari pukul 15:00 Wita, patung Tuan Missericordia juga diarak dari kapela Missericordia Pante Besar menuju armidanya di Pohon Sirih.
Dalam pelaksanaannya, perjalanan prosesi mengelilingi Kota Larantuka menyinggahi delapan buah perhentian (armida), yakni Armida Missericordia, Armida Tuan Meninu (armada kota), Armida St. Philipus, Armida Tuan Trewa, Armida Pantekebi, Armida St. Antonius, Armida Kuce dan Armida Desa Lohayong.
Urutan armida ini menggambarkan seluruh kehidupan Yesus Kristus mulai dari ke AllahNya (Missericordia), kehidupan manusiaNya dari masa Bayi (Tuan Meninu), masa remaja (St. Philipus) hingga masa penderitaanNya sambil menghirup dengan tabah dan sabar seluruh isi piala penderitaan sekaligus piala keselamatan umat manusia.
Pada Sabtu yang dikenal sebagai Sabtu Alleluya, umat Katolik mengarak kembali Tuan Ma dan Tuan Ana dari Gereja Katedral untuk disemayamkan di kapelanya masing-masing. Demikian pun halnya dengan patung Tuan Missericordia dan Tuan Meninu diarak dari armidanya kembali ke kapelanya.
Ketika tibanya Minggu Paskah, dilangsungkan upacara ekaristi di gereja masing-masing. Selesai perayaan ekaristi, patung Maria Alleluya diarak kembali ke kapela Pantekebis setelah pentakhtaan patung Maria Alleluyah, dilakukan sebuah upacara yang disebut “sera punto dama” dari para mardomu pintu Tuan Ma dan Tuan Ana yang lama kepada yang baru.
Tradisi keagamaan di Flores Timur yang sudah berlangsung ratusan tahun itu sampai sekarang masih tetap terus dipertahankan. ****
Sumber :Pemahaman adat lohayong solor

Selasa, 28 Januari 2014

Jumad Agung- Larantuka (Semana Santa)

Semana Santa merupakan masa suci bagi orang Katolik di Larantuka untuk mengenangkan wafat Yesus Kristus yang dimulai pada hari Rabu Abu dengan berbagai kegiatan ” MENGAJI ” dan puncaknya pada Pekan Suci ; Minggu Palma hingga Minggu Paskah, khususnya mulai Rabu Trewa sampai dengan Minggu Halleluya (Minggu Paskah). Pada hari raya Jumat Agung, prosesi Laut dan Darat dilaksanakan yang berpuncak pada prosesi  malam hari mengitari jalan yang panjang dan lebar, dengan perhentian pada setiap ” ARMIDA ” sambil terdengar nyanyian “OVOS “.Kegiatan rutin setiap tahun ini, selalu ramai dengan kedatangan para peziarah dari dalam negeri maupun luar negeri.
Anda diajak untuk merasakan pengalaman berziarah bersama Tuan Ma, Tuan Ana dan Tuan Meninu. Jika ada keinginan atau ujud khusus, ber- devosi-lah pada hari baik ini. Kegiatan yang penuh hikmat dan penuh dengan ritual agama ini, akan membawa kesan tersendiri yang tidak akan terlupakan bagi anda.




Prosesi Laut Tuan Maninu


Jalan Salib Hidup- Larantuka (OMK Kathedral)

Prosesi Jumad Agung (Malam)

Gereja Kathedral- Larantuka

 Prosesi Laut Tuan Maninu

 Kapela Tuan Ana(Anak Yesus)

Patung Mater Dolorosa

 Pante(Pantai Kuce)


 Pulau Konga

 Prosesi Jumad Agung Malam 

 Wonderful Larantuka

Prosesi Perarakan Tuan Ma 


 Patung Maria Reinha Rosari- Larantuka

Buat Bro dan Sis yang mau berwisata sekalian Berohani monggo silahkan yaaa...........